Kamis, 25 Agustus 2011

Perempuan Pemegang Sperma


Apa...? Perempuan baik-baik menunjukkan cara mengeluarkan, memegang dan membawa sperma lelaki yang bukan suaminya?

Perempuan itu pasti bukan perempuan baik-baik, barangkali begitu pembaca menduga, bermain dalam tebakan. Oh tidak, perempuan ini wanita terhormat, terlihat masih lajang (dari penampakan luar demikian), jebolan perguruan tinggi, kulitnya mulus, penampilan tentulah menarik.

Lalu apa pasal sehingga dia berurusan dengan sperma lelaki yang bukan suaminya? Mungkin kita bisa maklum, betapa tak sedikit perempuan sekarang telah berhubungan seks di luar nikah? Dengan lelaki yang bukan suaminya. Siapa yang merugi kelak, perempuan atau lelaki?

Bila sang lelaki adalah pacar si perempuan; hubungan mereka pasti sudah sedemikian jauh, rapat sekali sampai-sampai terbawa ke urusan sperma. Atau boleh saja ini bagian dari one night stand; hubungan dua anak manusia yang semata mengejar kepuasan seksual, pemuja kenikmatan, tak ada ikatan dan komitmen rupa-rupa. Hubungan kelamin dengan bukan pasangan resmi adalah petualangan serempet bahaya. Perilaku beda. Entah bedanya dimana? Mungkin bedanya terletak pada sensasi ‘layanan’ yang mereka reguk. Persis pepatah, lain padang lain rumput, lain orang lain gayanya. ‘Beda jeritannya’ gitu (baca: ekspresi) kata seorang kawan yang punya referensi melimpah terkait pengetahuan yang begituan. Saya curiga pada kawan ini, jangan-jangan bukan cuma pengetahuan saja yang dimiliki namun juga pengalaman. Hehe..

Kembali pada perempuan tadi, tuntutan kerja mengharuskan ‘bersentuhan’ dengan sperma, profesinya diizinkan orang tuanya.
Saya melihat si perempuan mengajari cara mengeluarkan sperma pada seorang lelaki, dia menitip pesan tentang metode menyemprotkan sperma; dimasukkan ke dalam, jangan sampai tumpah di luar.
“Caranya begini Pak, bapak harus keluarkan spermanya, jangan sampai tumpah, masukkan semua ke dalam wadah penampung, ini wadahnya” wanita itu berkata sembari menjulurkan botol kecil kira-kira setinggi jari kelingking, berbahan plastik transparan. “keluarkan spermanya dengan jalan masturbasi, jangan sampai tercecer, usahakan semua masuk, volume ideal sebaiknya sampai setinggi ini, di sana pak ya tempatnya” sembari menunjuk ruangan di sisi kiri, “kesitu saja, kalau sudah keluar, botolnya bawa kembali pada saya” dia menunjuk garis sekian mili pada dinding botol. Saya  membayangkan wajah si bapak merah padam menahan malu, apalagi bila ternyata ini pengalaman pertama, mengeluarkan sperma di bawah ‘bimbingan’ pendahuluan oleh  wanita yang bukan isterinya.

Petunjuk tadi disampaikan oleh perempuan muda, petugas laboratorium pada seorang bapak usia 40-an tahun, saya menyaksikan dialog mereka ketika berada di salah satu laboratorium untuk suatu keperluan, kala itu pagi-pagi, masih sepi, pengunjung belum banyak, kebetulan saya duduk dekat dari tempat si perempuan menjelaskan sehingga segala percakapan mereka tertangkap dengan tidak sengaja. Di ruangan itu, bahkan ketika engkau berbisik pun, niscaya menelusup masuk telinga.
Bapak tadi datang ke laboratorium untuk kepentingan analisa sperma, pemeriksaan ini dilakukan guna mengetahui kualitas, kuantitas dan informasi lain terkait sperma dari klien, adakah masalah dengan spermanya? Saya menebak saja, oh mungkin si bapak ini belum punya keturunan sehingga oleh dokter dia dianjurkan untuk memeriksakan spermanya, dengan begitu dapat diketahui nilai/ ukuran yang terkait sperma; morfologi, jumlah sperma (normal, sedikit atau lebih), viabilitas (kemampuan hidup), spermanya sehat, cacat atau mati, gerakan bagaimana (berlari kuat seperti pelari sprint, lurus ke depan, zig-zag atau jalan lambat seperti penganten atau malah hanya jalan di tempat saja...) dan seterusnya...

Saya masih di posisi semula, belum berpindah, telah satu koran kubaca tuntas, si bapak keluar dengan wajah letih dari ruangan yang ditunjuk, tangannya menenteng botol plastik, digenggam agak ragu, dia melintas di depanku, menyeret kursi sedikit, lalu menghempaskan badannya di kursi, “Ini mbak hasilnya, kalau begini sudah memenuhi syarat kan?” saya lihat tangan kanannya terjulur menyerahkan botol pada si mbak yang kemudian meminta si bapak meletakkan botol berisi sperma pada meja di depan mereka, petugas itu tak menyentuh botol, dia hanya menunduk, sepertinya sedang mencari sesuatu, tak lama ia kembali duduk tegak, tangannya memegang selembar kertas bersih, dilipat sedikit dan dijadikan pelapis guna mengangkat botol, dia mengucapkan beberapa patah kata pada si bapak, si bapak terdengar menghaturkan terima kasih dan bergegas meninggalkan laboratorium, tapi tak lama kemudian berbalik dan mendekat, bertanya,”mbak, kapan hasilnya bisa saya ambil?”. Perempuan yang sementara memegang botol sperma, telah berdiri dua meter dari kursinya, langkahnya terhenti,”Bisa sebentar sore pak, bapak cukup perlihatkan saja kertas kecil itu pada petugas disisi pintu masuk sana”. Si bapak pun bergerak menuju pintu, mungkin langsung pulang. Petugas wanita melangkah ke belakang, saya tidak tahu dia tadi belok kanan atau kiri, tapi agaknya menuju ruang pemeriksaan, di sana seorang analis biasanya telah menanti. Sepanjang pengetahuan saya, sperma sebaiknya diperiksa dengan segera supaya hasilnya lebih akurat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar