Hadirin terpikat menyimak, tak menoleh kiri kanan atau sibuk utak-atik hp,
berjarak sekali saat JK telah meninggalkan ruangan, dan acara masuk pada sesi kesempatan bicara dilemparkan pada sesama hadirin, tampak tak semua orang tertarik/ berminat, itu tergambar dari bahasa tubuh para peserta, ada yang menoleh kiri kanan, melihat hp, atau memperlihatkan ekspresi lain yang dapat ditafsirkan sebagai tak berminat.
JK punya kemampuan memuaskan pendengarnya, ada senyawa inti yang diungkap pada audiens, ini begini karena ini, titik. Setiap tanya ada jawab. Kalimatnya sederhana, tak terjebak oleh sistematika basa basi, seperti ketika pejabat lain berpidato namun disitulah letak kekuatan dan pesona dari JK. Pendengar jadi paham dan ingat. Keunggulan membuat pendengar untuk mengingat hanya dimiliki oleh mereka yang berbakat sebagai komunikator ulung, dimiliki segelintir saja. Mengupas masalah berdasar pengalaman sendiri, menjadikan beliau hadir sebagai tokoh yang memahami anatomi persoalan bangsa mulai hal ringan hingga yang tinggi-tinggi.
Kelebihan JK, selain mengetahui bagaimana memetakan persoalan, juga mampu menawarkan cara pandang berbeda atas sesuatu. Saya pernah menghadiri acara Rossy Goes to Campus di kampus Universitas Hasanuddin Makassar (11/06/11), kebetulan JK hadir sebagai salah satu panelis yang diwawancarai. Yang terasa sekali dan membuat saya terkejut, ketika JK mengomentari fenomena tawuran di masyarakat; kurang lebih beliau menyesalkan mengapa tawuran harus terjadi dan seterusnya.... lalu kemudian beliau meneruskan bahwa dalam kehidupan ini, terkadang berkelahi itu perlu dilakukan jika ada alasannya, alasannya harus tepat dan jelas, demi membela kehormatan misalnya, jangan seperti model tawuran sekarang, orang-orang berkelahi tanpa alasan yang jelas.
Saya kira, mengapa sebagai bangsa kita sulit maju dan berkembang sebab kita masih takut menunjukkan kemampuan "berkelahi" yang normal. Hidup sejatinya, selain sebuah wahana tempat berjumpanya berbagai hal, seperti kerjasama dan saling membantu, juga merupakan medan bagi kemungkinan-kemungkinan; termasuk perkelahian dalam skala dan intensitas tertentu.
Mereka yang maju dan berkembang adalah yang sanggup memadukan kemampuan kerjasama dan kemampuan berkelahi, pada aras proporsional dengan argumentasi sehat nan jelas. Adagium kuno; jika kamu ingin berdamai, maka bersiaplah untuk berperang, untuk sejumlah analisa masih punya kebenarannya sendiri.
Hidup tentu tak mudah dan lurus-lurus saja, bangsa kita seumpama rombongan kafilah besar yang sedang menempuh perjalanan jauh. Di sepanjang jalur yang dilewati, apapun bisa terjadi termasuk suatu ketika nanti kita sulit menghindar dari ‘berkelahi’, guna mempertahankan diri atau untuk tujuan lain yang mengandung kebenaran. Berkelahi lawan kemiskinan, melawan kebodohan dan terutama sekali berkelahi membasmi korupsi dan seterusnya…
Mengingat JK, saya terbayang Bung Karno.
Mengingat JK, saya terbayang Bung Karno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar