Senin, 31 Desember 2012

Suci Nian kisah itu



tepat pukul 12:15 aku duduk di kursi H1 twenty one
ku tak kuasa berita kiri kanan genit menggoda
cerita Habibie Ainun, lelaki yang singkat waktu jadi presiden negeri
berderet apresiasi dan tanya untuknya ketika berkuasa,
aku tak peduli itu,
ingatanku terlempar jauh ke masa silam,
guru olahraga sekolah dasar, seorang wanita, mengangkat tubuhku tinggi-tinggi agar ku dapat menatap Habibie Ainun dari jarak berpuluh meter di belakang kerumunan orang
memadat penuhi lapangan tengah kota ketika Habibie Ainun bertandang ke kota kecil kami.
kini, di tengah antrian orang-orang, kebanyakan anak muda di bioskop modern, aku terasing,
tersihir oleh pesona kisah, berputar di antara dua anak manusia
aku terkenang antrian BBM di SPBU, lambat, tapi semua tenang, hikmad resapi sepi
waktu merayap, lambat sekali…
dalam gedung, sebuah cerita panjang puluhan tahun, jerman, bandung, jakarta dilipat dalam kerlap alur yang dimampatkan
silih berganti mencuri tatap mata dan telinga.
aku ingin bertanya, kenapa pare pare tempat benih bertumbuh tak disinggung sedikitpun
oh pare pare, industri film tak menganggapmu punya arti, tanah yang begitu dicintai oleh Habibie
perih hati ini,
waktu 1 jam lebih, Habibie Ainun jadi topik yang tak tuntas, serupa buku yang kehilangan lembaran lembaran penting.
penonton pulang dengan mata berair, hanyut oleh sungai rindu yang mengalir ke teluk cinta
si jenius dan si gula pasir.
Habibie Ainun, suci nian cinta itu….

Minggu, 09 Desember 2012

Perempuan

Perempuan gelisah di tepi pagar
terpisah berjarak jarak dari lelakinya
ribuan pesan melata bagai angin
jatuh dalam bungkusan sampah

telah berhingga waktu menanti
dalam dendam yang bertiup 
dan dedaun menguning

perempuan termenung di tepi pagar
mendamba lelakinya
pulang dengan sekerat senyum 
dan berlembar kisah


perempuan
merapal mantra
ikat rindu di ujung desah
belajar dari buku buku tanpa sampul
tentang setia berketerusan

Sabtu, 08 Desember 2012

Malam

-->
hatimu, 
berjejak menangkap gelisah di beribu gunung
setelah kata pertama meletus
engkau jelma pengembara dalam lautan sunyi

berlayar di sekujur hasrat
engkau jelma pengembara kesunyian
telaten merawat sepi yang bertahta di segala imaji 

ombakmu,
seliar debur pengantin,
di setiap simpang kata
dalam puja puji
gadis bermata sendu

hatimu,
sebilah pisau tajam
siap sejak waktu bermula
mengiris pekatnya malam,

di ujung malam sebelum tahajud lepas,
sajadahmu basah 
jadi bendungan air mata….

Setangkai


Setangkai bunga merah terselip di depan pintu rumah kita
Sengaja aku plester agar erat menempel
serupa iklan peringatan pemerintah di bungkus rokok
ada bahaya tersembunyi dari sebatang rokok
begitupula setangkai bunga merah,
telah menawan aku
dalam rindu paling perih
berabad lamanya…

Ajari Aku


ajari aku cara,
menulis tanda baca titik koma sore ini,
ketika dedaun diam melambai
ajari aku mencungkil binar surga yang berpendar di matamu,
sebutir kelopak tasbih,
lengkung zikir bagai cahaya

ajari aku cara membasuh wajah
wudhu yang tak kering kering
oleh angin, oleh panas, oleh waktu…..
duhai kekasih, ajari aku
wajah cinta sesungguhnya