Minggu lalu saya menghadiri reuni fakultas adik sepupu di sebuah ruang pertemuan mewah dan terkenal di Makassar. Sebelumnya saya belum pernah menghadiri acara reuni, jadi dalam bayangan saya reuni itu adalah acara santai tapi punya tujuan jangka panjang.
Sesampai di tempat kegiatan, e telah hadir para senior yang telah berkiprah di macam-macam tempat dan junior yang berpakaian putih hitam, undangan memenuhi barisan depan.
Penataan panggung seperti resepsi pernikahan. Ada peralatan musik. Sebelum sesi musik dan tari-tarian, hadirin bersua dengan rangkaian pidato seremonial, berturutan mulai dari ketua panitia, ketua ikatan alumni dan birokrat kampus. Sesi pidato menghabiskan waktu lebih lama ketimbang acara yang lain.
Saya seakan menghadiri acara penerimaan mahasiswa baru, apalagi ketika ketua ikatan alumni berbicara tentang peranan profesi mereka di era sekarang, sebuah topik yang menurut hemat saya, tentu telah dimengerti dengan paham oleh hadirin (yang kebanyakan adalah praktisi).
Jangan bosan dulu, masih ada giliran petinggi kampus; tapi setali tiga uang, mereka malah membahas prestasi tim olahraga kampus dan pengalamannya mendampingi mereka di sebuah even olahraga.
Betapa tidak menarik. Pidato-pidato itu terlanjur mengular jauh entah kemana? Barangkali akan lebih menarik bila berbicara apa adanya saja, tentang ikatan alumni yang belum berguna maksimal (sebagai lumbung informasi bagi semua, senior terlebih junior yang butuh pendampingan dan advokasi?).
Bila reuni hanya diniatkan sebagai ajang ngumpul-ngumpul, cipika cipiki, say hello dan lalu kembali ke rumah/ aktifitas biasa, maka reuni semacam ini mengalami pengerdilan makna.
Atau, mungkin saya sendiri yang keliru berat, berhubung belum satu kalipun menghadiri reuni….?? Hehehe….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar